Kenapa ga boleh? Kalau kamu yakin dengan “kelaki-lakian” pada dirimu, warna apapun tidak akan mempengaruhi jati dirimu.
Saat ini, warna pink atau merah muda selalu dianggap warna yang feminin, girly, identik dengan perempuan dan sangat jauh dari kesan maskulin. Sehingga banyak pria yang enggan memakai barang / pakaian yang berwarna pink. Namun tau gak sih, ternyata warna pink itu dulunya merupakan warna untuk pria?
Pada akhir abad 19 dan awal abad 20, warna pink dianggap warna yang maskulin loh!
Dihimpun dari berbagai sumber, Leon Battista Alberti memperkenalkan Teori Warna (Color Theory) pada tahun 1435, warna pink sudah dideskripsikan dan disebut sebagai warna maskulin. Karena keterkaitan warna pink dengan warna merah yang menggambarkan penuh semangat, aktif, dan agresif. Pink kala itu dilihat sebagai versi muda dari merah yang dikenal sebagai warna maskulin.
Berbeda dengan zaman sekarang, kala itu warna biru justru dianggap warna feminin. Warna biru dianggap feminim karena lebih lembut dan juga diidentikan dengan Bunda Maria (Ladies Home Journal tahun 1918). Toko-toko retail pun cenderung menganjurkan orang tua untuk memakaikan warna pink untuk laki-laki dan warna biru untuk perempuan.
Lalu kapan dan bagaimana warna pink menjadi “milik” perempuan?
Tidak diketahui alasanya, pada tahun 1940-an perusahaan pakaian memutuskan untuk mengubah kategori warna, yaitu menjadi pink untuk perempuan dan biru untuk laki-laki. Sebab lainnya menurut Professor Jo B. Paoletti, perubahan signifikan terjadi sekitar tahun 1970-an dengan diawali munculnya gerakan pembebasan perempuan yang menuntut kesetaraan gender di tahun 1960-an dan memunculkan pakaian bayi uniseks.
Pada tahun 1980-an pengkategorian warna juga terjadi lagi dengan adanya tes kehamilan. Setelah calon orang tua bayi bisa mengetahui apakah mereka sedang menantikan anak laki-laki atau perempuan, sehingga bisa mempersiapkan keperluan bayi dengan warna yang sesuai.
Komentar
Posting Komentar